Advertisement

Responsive Advertisement

Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Cacing Pita

Mengenal Penyebab Penyakit Cacing Pita - Babi memakan semua makanan yang ada di depannya sampai muntah dan memakan kembali muntahnya itu untuk memuaskan kerakusannya. Babi memakan kotoran manusia, hewan dan juga memakan kotorannya sendiri, memakan sampah busuk dan bangkai serta hanya babi satu-satunya hewan mamalia yang memakan tanah.

Memakan daging babi dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti penyakit cacing pita yang sangat berbahaya, sebagai penyebab utama kanker anus dan lainnya. Penderita penyakit cacing pita yang disebabkan mengkonsumsi daging babi banyak terdapat di negara-negara Eropa, Amerika dan negara-negara Asia seperti China dan India, sedangkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam, persentase penderita penyakit yang disebabkan mengkonsumsi daging babi sangat rendah.
Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Cacing Pita

Dokter spesialis penyakit tropik dan infeksi Umar Zein mengatakan, sejak awal Januari 2013 lalu, sudah sekitar lima kasus penyakit taenia yang ditemukannya. Penyakit dengan jenis cacing yang dijumpainya setelah didiagnosis oleh Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) ternyata jenis cacing pita atau taenia asiatica. Umar Zein kepada wartawan Selasa 28 Mei 2013 mengatakan cacing pita itu hospes perantaranya adalah daging babi bukan daging Sapi. Daging babi yang tidak sempurna dimasak masih mengandung cystecercosis atau kepala cacing yang lebih sering disebut scolex. (Berita Harian Analisa. Rabu 29 Mei 2013 halaman 4 berjudul, Kasus Cacing Pita Masih Ada di Sumut)

Tepat yang dikatakan Allah SWT bahwa umat Islam diharamkan mengkonsumsi daging babi dikarenakan dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit. Berdasarkan hasil penelitian medis daging babi sedikitnya ada tiga puluh jenis penyakit pada manusia yang disebabkan daging babi melalui cacing pita. Infeksi disebabkan cacing pita disebut Taeniasis.

Disamping cacing pita yang terdapat pada hewan Babi juga terdapat cacing pita pada hewan Tikus yakni jenis cacing pita hymenolepis nana dan cacing pita pada hewan Anjing yakni jenis echinococcus granulosus.

Gejala klinis manusia terserang cacing pita berbeda-beda, tergantung dari jumlah cacing pita yang terdapat di dalam usus. Cacing pita dapat hidup bertahun-tahun di dalam tubuh manusia.

Adapun gejala penderita penyakit cacing pita pada manusia yang sudah terinfeksi sangat bervariasi, tidak sama pada setiap penderita karena dipengaruhi dengan jumlah cacing pita dalam tubuhnya. Gejala yang timbul pada manusia yang didiagnosa sudah terinfeksi cacing pita seperti anemia. Bawaan tubuh selalu merasa lemah, mudah letih, terasa lesu, cepat lelah dan juga mudah mengantuk.

Secara fisik penderita cacing pita pada lubang anus terasa gatal, sering mual dan muntah. Mudah pusing, sakit kepala, nafsu makan bisa meningkat akan tetapi lekas lapar. Diare, susah buang air besar (BAB), berat badan cenderung terus menurun, selalu perasaan lambung tidak nyaman, otot-otot sering terasa pegal, sakit pada bagian perut, sulit bernafas karena biasanya diiringi dengan kejang-kejang dan demam serta rasa gatal pada kulit.

Penyakit-penyakit yang disebabkan cacing pita merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena menyerang bagian pencernaan manusia. Hal ini karena cacing pita berkembang pada bagian usus dua belas jari di tubuh manusia. Perkembangannya sangat cepat, dalam beberapa bulan saja cacing pita sudah menjadi dewasa dan berkembangbiak bisa mencapai sampai jumlah sekitar 1000 ekor cacing pita dengan panjang 4 sampai dengan 10 meter. Cacing pita terus hidup dalam tubuh manusia dan biasanya telur cacing pita keluar dari tubuh penderita ketika buang air besar.

Pengobatan dan Pencegahan

Bagi yang telah terkena penyakit cacing pita harus dilakukan tindakan medis dengan memberi obat. Pengobatan penyakit cacing pita dilakukan dengan menilai seberapa berat atau seberapa lama sudah seseorang itu terkena penyakit cacing pita. 

Biasanya dokter akan memberi obat bagi penderita penyakit cacing pita antara lain obat Niklosamid, Prazikuantel, Atabrin, Librax dan tidak menutup kemungkinan akan digunakan juga obat-obat anti protozoa lain.

Obat untuk mengobati penyakit cacing pita tidak mudah diperoleh di Indonesia terutama untuk jenis obat Niclosamine, Prazikuantel dan Atabrin. Hal ini diakui Kepala Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Prof. dr. Arman Depari (Berita Harian Analisa. Rabu 29 Mei 2013 halaman 4 berjudul, Kasus Cacing Pita Masih Ada di Sumut)

Menurut dr. Arman Depari obat untuk mengobati penyakit cacing pita harus dipesan dari luar negeri karena kurang tersedia di Indonesia termasuk di Sumatera Utara sehingga apa bila ada penderita penyakit cacing pita di Sumatera Utara harus memesan obat ke luar negeri seperti ke Singapura.

Sementara untuk pencegahan penyakit cacing pita dapat dilakukan dengan menghindari jangan sampai cacing pita itu masuk ke dalam tubuh manusia yakni memasak daging dengan baik dan tidak mengkonsumsi atau memakan daging yang tidak benar-benar masak atau matang, terutama untuk daging Babi.

Melindungi makanan terkontaminasi dengan kotoran dan tidak memakan makanan yang telah terkontaminasi dengan kotoran. Hidup dalam lingkungan yang sehat, terutama lingkungan yang memiliki sarana sanitasi baik. Mencegah terkontaminasi tanah dan tinja (kotoran manusia) untuk sumber air bersih. Artinya, pembangunan sarana sanitasi seperti kakus dan septic tank tidak berdekatan dengan penyediaan sumber air bersih.

Pencegahan yang utama dan terutama agar tidak terjangkiti penyakit cacing pita dengan memasak semua bahan makanan dengan baik. Semua bahan makanan harus bersih, tidak terdapat telur cacing pita dan juga memasak semua bahan makanan dari hewani seperti daging sapi, ikan, ayam harus dimasak sampai matang. 

Sedangkan untuk daging babi, alangkah lebih baik dihindari dikonsumsi mengingat sangat besar peluang terjangkit penyakit cacing pita. Tepatlah apa yang telah diharamkan Allah SWT kepada umat Islam untuk tidak memakan daging Babi. Subhanallah.