Memahami Serangan Bruxism

Post oleh : kang ombar | Rilis : 1:49 AM | Series :
Memahami Serangan Bruxism - Tidak banyak yang tahu mengenai istilah bruxism, sekalipun mungkin pernah dialami oleh diri sendiri atau orang-orang dekat. Bruxism merupakan salah satu jenis gangguan tidur, yang didudukkan sederajat dengan insomnia (sulit tidur), somnambulisme (berjalan saat tidur), maupun gangguan tidur lainnya. Kejadian bruxism seringkali dianggap sepele, padahal adakalanya bruxism juga membawa berbagai komplikasi.

Istilah bruxism berasal dari bahasa Yunani, brychein yang berarti menggiling atau menggertakkan dua bagian yang berlawanan yakni gigi rahang atas dan rahang bawah. Berdasarkan klasifikasi gangguan tidur, bruxism termasuk ke dalam gangguan pergerakan saat tidur, yaitu menggertakkan gigi secara nonfungsional akibat kontraksi spasmodik atau ritmik yang tidak disadari dari otot-otot pengunyah. 
Memahami Serangan Bruxism

Awalnya penyebab bruxism disangkakan akibat susunan gigi yang tidak rapi (maloklusi). Namun, belakangan dikembangkan teori-teori baru terkait bruxism. Bruxism berhubungan dengan faktor genetik, faktor psikologis seperti stres dan kecemasan, faktor lingkungan, cidera otak, kelainan otak, efek samping obat (ekstasi, kafein, antidepresan, anticemas), gangguan neurotransmiter di sistem saraf, hingga pola tidur. 

Penelitian lain menunjukkan keterkaitan bruxism dengan asam lambung yang menaik ke kerongkongan secara abnormal. Namun, semua itu hanya sebatas hipotesis karena belum ada kepastian di balik kejadian bruxism.

Tidak semua episode menggertakkan gigi saat tidur dimasukkan ke dalam serangan bruxism. Terkait persoalan ini, peneliti masih mengembangkan pengklasifikasian bruxism. Salah satu kriteria yang dipublikasikan menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami gangguan tidur bruxism apabila serangan muncul 4 episode/jam atau lebih dari 6 gertakan selama satu episode serangan atau 25 gertakan selama satu jam.

Bruxism memang bukan merupakan keadaan yang ganas. Namun, karena bruxism bukan merupakan sesuatu yang normal, maka keberadaannya jelas membawa dampak buruk. Bruxism menahun dapat menyebabkan kerusakan ringan hingga berat pada gigi, terutama lapisan email gigi akibat gesekan yang tidak semestinya. 

Dampak lain yang mungkin timbul yaitu keretakan gigi, gangguan gusi, gigi goyang, nyeri otot pengunyah, hingga gangguan sendi rahang. Kemungkinan kecil penderita juga bisa mengalami keterbatasan membuka mulut, nyeri kepala, insomnia, nyeri leher, serta gangguan telinga.

Bruxism merupakan gangguan tidur yang sudah tentu akan menurunkan kualitas tidur. Penderita bruxism berisiko mengalami serangan kantuk di siang hari, cepat merasa lelah, maupun terbangun dengan perasaan kurang fit pada pagi hari.

Langkah Selanjutnya?

Penanganan bruxism membutuhkan identifikasi yang jelas mengenai penyebab atau setidaknya faktor risiko timbulnya bruxism. Apabila faktor psikososial diduga sebagai dalang, maka diperlukan serangkaian terapi guna meminimalisasi faktor tersebut. Salah satunya dengan modifikasi prilaku, metode relaksasi, biofeedback, hingga konseling dengan para ahli di bidangnya.

Apabila penderita mendapat serangan bruxism akibat efek samping obat, maka diperlukan penyesuaian dosis hingga jenis obat melalui konsultasi dengan praktisi kesehatan. Pada bruxism yang timbul sebagai salah satu gejala pada penderita parkinson, distonia, maupun gangguan saraf lain, suntikan botox pada otot pengunyah mungkin dapat membantu. Pada kasus-kasus tertentu, diperlukan pula modifikasi pola makan dan gaya hidup sebab penggunaan kafein dan nikotin yang berlebihan juga dapat mencetuskan bruxism.

google+

linkedin