Penyebab Mimisan / Epistaksis - Epistaksis atau pendarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak, orang dewasa maupun usia lanjut. Epistaksis bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan suatu tanda atau gejala. Pendarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Umumnya epistaksi bersifat ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis berat walaupun jarang merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Frekuensi dari epistaksis sangat sulit ditentukan oleh karena kebanyakan kasus dapat sembuh sendiri sehingga tidak dilaporkan. Akan tetapi dari beberapa sumber, epistaksis dilaporkan terjadi sekitar 60% dari populasi umum dengan kurang dari 10% mencari pertolongan medis. Distribusi umur epistaksis terjadi pada anak dengan puncak umur 2-10 tahun dan dewasa 50-80 tahun. Epistaksis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan prevalensi 58% berbanding 42%.
Penyebab Epistaksis
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, kelainan kongenital, benda asing, tumor, pengaruh lingkungan seperti kelembaban dan alergen perlu diperhitungkan.
1. Trauma
Pendarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung menyebabkan luka sehingga terjadi pendarahan. Trauma lainnya yaitu benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat-hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas.
2. Infeksi Lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal (rongga yang berada di sekitar hidung) seperti rinitis atau sinusitis. Rhinosinusitis bakterial, virus maupun alergi menyebabkan inflamasi (peradangan) yang berakhir dengan epistaksis.
3. Tumor
Epitaksis yang berhubungan dengan tumor biasanya sedikit. Tumor dapat bersifat jinak maupun maligna. Beberapa tumor seperti hemangioma, papiloma karsinoma, sarkoma dan angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis
4. Kelainan kongenital (bawaan)
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epitkasis ialah Teleangiektasis Hemoragik Herediter (Hereditery Hemorrhagic Teleangiektasis/Osler Rendu Weber Disease) yang merupakan gangguan pembentukan jaringan pada dinding pembuluh darah.
5. Lingkungan
Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada ditempat yang cuacanya sangat dingin atau kering.
Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskular, kelainan sistemik, infeksi sistemik, kelainan hormonal dan pengunaan obat-obatan.
1. Penyakit kardiovaskular
Tekanan darah tinggi (hipertensi) atau kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan dapat berakibat fatal.
2. Penyakit Hati
Adanya gangguan hati seperti sirosis hepatis menurukan faktor pembekuan darah yang dapat menyebabkan epistaksi.
3. Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia, bermacam-macam anemia, von willbrand dan hemofilia.
4. Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever). Demam tifoid, influenza dan morbili (campak) juga dapat menyebabkan epistaksis.
5. Gangguan hormonal
Epistaksis juga bisa dapat terjadi wanita hamil atau menopause karena pengaruh hormonal
6. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan menganggu yang pada mekanisme normal pembekuan darah adalah asam asetilsalisilat (aspilet), anti inflamasi non steroid, anti koagulan (warfarin,heparin). Penyebab epistaksis tidak selalu dapat diketahui. Hampir sekitar 10% pasien epistaksis tidak mendapati penyebab walaupun telah menjalani pemeriksaan lanjut.
Epistaksis berdasarkan sumber pendarahan dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Epistaksis anterior, pendarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya pendarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
2. Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.
Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Darah umumnya mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.
Menghentikan Pendarahan
Sebanyak 90 persen mimisan berhenti dengan sendirinya, sedangkan 10 persen memerlukan tindakan khusus.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghentikan epistaksis:
1. Jepit seluruh bagian hidung yang lembek (tulang rawan) menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
2. Tekan dengan kuat bagian hidung yang dijepit tersebut kearah wajah (tulang wajah dibawah hidung).
3. Duduk dengan posisi sedikit condong ke depan dengan kepala sedikit membungkuk ke depan. Bersandar atau mendongak dapat menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga sinus kepala dan tenggorokan, sehingga dapat menyebabkan tersedak atau masuknya darah ke dalam sistem pernafasan.
4. Tahanlah posisi hidung dalam keadaan demikian selama minimal 5 menit. Lepaskan untuk melihat apakah darah sudah berhenti mengalir, dan ulangi kembali jika diperlukan sampai pendarahan berhenti.
Epistaksis harus segera diperiksakan ke dokter jika:
1. Perdarahan tidak dapat dihentikan dengan tindakan di atas.
2. Jika perdarahan terjadi dengan cepat atau volume darah yang keluar banyak.
3. Jika penderita merasa lemah atau pingsan, kemungkinan akibat hilangnya darah yang signifikan.
4. Jika mimisan berhubungan dengan demam atau sakit kepala.
Beberapa cara pencegahan terhadap epistaksis yaitu:
1. Memproteksi dari trauma langsung seperti memakai helm atau peralatan pada kepala ketika aktivitas olahraga.
2. Menghindari lingkungan yang panas atau kering dengan penggunaan pelembab udara, spray saline
3. Menghindari mengorek hidung
4. Menghindari bersin yang terlalu kuat sambil membuka mulut
5. Penggunaan obat secara hati-hati seperti asipirin dan warfarin.
Frekuensi dari epistaksis sangat sulit ditentukan oleh karena kebanyakan kasus dapat sembuh sendiri sehingga tidak dilaporkan. Akan tetapi dari beberapa sumber, epistaksis dilaporkan terjadi sekitar 60% dari populasi umum dengan kurang dari 10% mencari pertolongan medis. Distribusi umur epistaksis terjadi pada anak dengan puncak umur 2-10 tahun dan dewasa 50-80 tahun. Epistaksis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan prevalensi 58% berbanding 42%.
Penyebab Epistaksis
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, kelainan kongenital, benda asing, tumor, pengaruh lingkungan seperti kelembaban dan alergen perlu diperhitungkan.
1. Trauma
Pendarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung menyebabkan luka sehingga terjadi pendarahan. Trauma lainnya yaitu benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat-hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas.
2. Infeksi Lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal (rongga yang berada di sekitar hidung) seperti rinitis atau sinusitis. Rhinosinusitis bakterial, virus maupun alergi menyebabkan inflamasi (peradangan) yang berakhir dengan epistaksis.
3. Tumor
Epitaksis yang berhubungan dengan tumor biasanya sedikit. Tumor dapat bersifat jinak maupun maligna. Beberapa tumor seperti hemangioma, papiloma karsinoma, sarkoma dan angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis
4. Kelainan kongenital (bawaan)
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epitkasis ialah Teleangiektasis Hemoragik Herediter (Hereditery Hemorrhagic Teleangiektasis/Osler Rendu Weber Disease) yang merupakan gangguan pembentukan jaringan pada dinding pembuluh darah.
5. Lingkungan
Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada ditempat yang cuacanya sangat dingin atau kering.
Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskular, kelainan sistemik, infeksi sistemik, kelainan hormonal dan pengunaan obat-obatan.
1. Penyakit kardiovaskular
Tekanan darah tinggi (hipertensi) atau kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan dapat berakibat fatal.
2. Penyakit Hati
Adanya gangguan hati seperti sirosis hepatis menurukan faktor pembekuan darah yang dapat menyebabkan epistaksi.
3. Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia, bermacam-macam anemia, von willbrand dan hemofilia.
4. Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever). Demam tifoid, influenza dan morbili (campak) juga dapat menyebabkan epistaksis.
5. Gangguan hormonal
Epistaksis juga bisa dapat terjadi wanita hamil atau menopause karena pengaruh hormonal
6. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan menganggu yang pada mekanisme normal pembekuan darah adalah asam asetilsalisilat (aspilet), anti inflamasi non steroid, anti koagulan (warfarin,heparin). Penyebab epistaksis tidak selalu dapat diketahui. Hampir sekitar 10% pasien epistaksis tidak mendapati penyebab walaupun telah menjalani pemeriksaan lanjut.
Epistaksis berdasarkan sumber pendarahan dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Epistaksis anterior, pendarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya pendarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
2. Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.
Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Darah umumnya mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.
Menghentikan Pendarahan
Sebanyak 90 persen mimisan berhenti dengan sendirinya, sedangkan 10 persen memerlukan tindakan khusus.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghentikan epistaksis:
1. Jepit seluruh bagian hidung yang lembek (tulang rawan) menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
2. Tekan dengan kuat bagian hidung yang dijepit tersebut kearah wajah (tulang wajah dibawah hidung).
3. Duduk dengan posisi sedikit condong ke depan dengan kepala sedikit membungkuk ke depan. Bersandar atau mendongak dapat menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga sinus kepala dan tenggorokan, sehingga dapat menyebabkan tersedak atau masuknya darah ke dalam sistem pernafasan.
4. Tahanlah posisi hidung dalam keadaan demikian selama minimal 5 menit. Lepaskan untuk melihat apakah darah sudah berhenti mengalir, dan ulangi kembali jika diperlukan sampai pendarahan berhenti.
Epistaksis harus segera diperiksakan ke dokter jika:
1. Perdarahan tidak dapat dihentikan dengan tindakan di atas.
2. Jika perdarahan terjadi dengan cepat atau volume darah yang keluar banyak.
3. Jika penderita merasa lemah atau pingsan, kemungkinan akibat hilangnya darah yang signifikan.
4. Jika mimisan berhubungan dengan demam atau sakit kepala.
Beberapa cara pencegahan terhadap epistaksis yaitu:
1. Memproteksi dari trauma langsung seperti memakai helm atau peralatan pada kepala ketika aktivitas olahraga.
2. Menghindari lingkungan yang panas atau kering dengan penggunaan pelembab udara, spray saline
3. Menghindari mengorek hidung
4. Menghindari bersin yang terlalu kuat sambil membuka mulut
5. Penggunaan obat secara hati-hati seperti asipirin dan warfarin.