Siapa yang tidak mengenal kanker serviks. Di antara tumor ganas yang dialami wanita, kanker serviks atau kanker leher rahim masih menduduki peringkat pertama di Indonesia. Usia penderita kanker leher rahim antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-55 tahun. Lima puluh persen di antaranya mengalami kanker leher rahim sebelum usia 30 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.
Penyebab langsung dari kanker leher rahim belum diketahui. Kanker leher rahim lebih sering terjadi pada wanita dengan pasangan seksual lebih dari satu. Usia muda saat pertama kali berhubungan seksual juga menjadi faktor resiko kanker leher rahim. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa merokok menjadi faktor resiko independen terhadap terjadinya kanker leher rahim. Penggunaan alat kontrasepsi disebutkan mengurangi resiko terjadinya kanker leher rahim. Virus HPV adalah virus yang paling sering ditemukan yang menjadi faktor resiko kanker leher rahim.
Pada stadium awal, penderita dengan kanker leher rahim tidak menunjukkan gejala sama sekali atau hanya mengalami keputihan. Keputihan ini merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi jaringan. Selain itu, dengan berkembangnya penyakit ini, penderita kanker leher rahim akan mengalami perdarahan kontak atau perdarahan yang dialami segera sehabis berhubungan.
Perdarahan ini timbul akibat terbukanya pembuluh darah. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada kasus yang lebih lanjut. Nyeri saat buang air kecil, buang air kecil berdarah, penurunan berat badan dan nyeri pada perut bawah dapat terjadi pada kasus lanjut. Gejala lain yang dapat timbul yaitu gejala yang disebabkan oleh penyebaran kanker leher rahim ke bagian tubuh lain seperti ke saluran kemih, saluran pencernaan, paru-paru, hati ataupun ke tulang.
Meskipun tidak memberikan gejala pada tahap awal penyakit, kanker leher rahim dapat dideteksi dengan melakukan paps smear. Paps Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan ini aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun untuk mendeteksi kelainan yang terjadi pada sel leher rahim.
Untuk melakukan paps smear, pasien tidak harus dirawat inap. Pada saat pengambilan jaringan untuk paps smear, pasien akan merasa sedikit tidak nyaman. Disarankan untuk melakukan paps smear pada wanita usia 20 tahun atau lebih yang telah aktif berhubungan seksual, sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif berhubungan seksual. Wanita berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes paps smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan resiko tinggi harus melakukan tes setiap tahun.
Skrining rutin bisa dihentikan pada usia 60 tahun dengan hasil pemeriksaan paps smear normal selama 2 kali ataupun tidak didapatkannya hasil yang abnormal pada 10 tahun terakhir. Paps smear tidak perlu dilakukan pada wanita yang telah dilakukan pengangkatan rahim akibat kondisi yang jinak, tetapi pada wanita yang menjalani pengangkatan rahim tanpa pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes paps smear, dan harus dilakukan tiap tahun pada penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Paps smear tidak dilakukan sat menstruasi.
Waktu yang paling tepat melakukan paps smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama hari haid. Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan pengobatan melalui vagina. Wanita tersebut juga dilarang melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan paps smear dinyatakan negatif bila tidak ditemukan sel-sel yang berbahaya dan positif bila ditemukan sel ganas, dan diperlukan pemeriksaan biopsy untuk memastikan. Apabila hasil paps smear tidak mengarah pada kanker leher rahim tetapi adanya gejala-gejala yang mengarah pada kanker leher rahim, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Terapi kanker leher rahim dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan melalui pemeriksaan jaringan dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan. Pada stadium awal kanker leher rahim biasanya dilakukan pembedahan, sedangkan pada stadium lanjut dilakukan radioterapi. Pembedahan dilakukan dengan mengangkat seluruh rahim disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening di panggul.
Setelah pembedahan biasanya dilanjutkan dengan penyinaran atau radioterapi tergantung ada atau tidaknya sel tumor dalam kelenjar getah bening yang diangkat. Pada stadium yang lanjut dimana telah didapatkan penyebaran ke organ tubuh lain, penyinaran atau radioterapi hanya bersifat untuk mengurangi gejala dan pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan.
Saat ini sudah ada vaksin yang dapat mencegah kanker leher rahim. Vaksin ini terbukti paling efektif diberikan pada orang yang belum pernah terpapar virus HPV. Vaksin ini terutama dianjurkan diberikan untuk wanita usia muda (remaja). Vaksin ini bertujuan untuk pencegahan bukan untuk mengobati infeksi atau kelainan yang sudah terjadi. Vaksin HPV diberikan dalam 3 dosis selama jangka 6 bulan (0,2-6 bulan). Bila semua wanita dapat divaksinasi, maka ada potensi jumlah kematian akibat kanker serviks di dunia dapat diturunkan.